logo

10 Oct, 2023

REMAJA PRODUKTIF & BAHAGIA , REMAJA SEHAT MENTAL
news
sourse: freepik.com

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), kesehatan mental adalah keadaan sejahtera dimana setiap individu dapat mewujudkan potensi mereka. Artinya, mereka dapat mengatasi tekanan kehidupan, dapat berfungsi secara produktif, bermanfaat dengan mampu memberikan kontribusi kepada komunitas mereka. Kesehatan mental menjadi perhatian khusus di era pembangunan SDM (sumber daya manusia), khususnya di Indonesia yaitu pemerintah setelah era pembangunan infrastruktur, kehidupan global, modernisiti, teknologi, persaingan dalam berbagai bidang baik pendidikan, ekonomi dan pekerjaan. Manusia terpapar berbagai fenomena dalam kehidupan baik di sadari maupun tidak sadari telah mempengaruhi kualitas kesehatan mental manusia karena keterbatasan pengetahuan, keterbatasan waktu, biaya dan tenaga untuk mengantisipasi berbagai perubahan yang cepat di sekitar kehidupan manusia.

WHO menetapkan tanggal 10 Oktober sebagai hari Kesehatan Jiwa Sedunia, sejarah hari Kesehatan jiwa ini yaitu pada tahun 1992 dicetuskan melalui Federasi Kesehatan Mental Dunia yang dipimpin oleh wakil sekretaris jenderal saat itu Richard Hunter. Tujuan utama organisasi ini adalah untuk mengedukasi kesehatan mental secara keseluruhan. Selama tiga tahun pertama sampai 1995 ada siaran televisi di seluruh dunia yang menyampaikan pesan kepada masyarakat tentang kesehatan mental. Tahun ini WHO mengusung tema “Our minds, our rights” atau “Pikiran kami, hak kami”. Hari Kesehatan Mental Sedunia 2023 ini merupakan kesempatan untuk mendorong tindakan yang melindungi kesehatan mental setiap orang sebagai hak asasi manusia. Kesehatan mental adalah hak asasi manusia yang mendasar bagi semua orang yang penting untuk kesejahteraan hidup manusia secara keseluruhan. Setiap orang, siapapun dan dimanapun berada.

Kondisi kesehatan mental juga tidak lepas juga bagi remaja yang merupakan generasi muda penerus bangsa ini. Bila kita bicara tentang kesehatan mental remaja, sekarang ini menjadi marak anak-anak muda atau remaja ini melakukan self-diagnosis, yaitu mendiagnosis diri sendiri mengidap sebuah gangguan atau penyakit berdasarkan pengetahuan informasi yang didapatkan secara mandiri dari internet atau dari orang-orang yang bukan ahli di bidangnya,yang berdampak para remaja ini berasumsi, seolah-olah mengetahui masalah kesehatan yang dialaminya termasuk masalah kesehatan mental. Misalnya seorang remaja berpikir mengidap gangguan bipolar karena sering mengalami perubahan susasana hati. Padahal perubahan suasana hati bisa menjadi gejala dari banyak gangguan kesehatan mental yang berbeda. Bagiremaja yang menderita gangguan mental dari mulai yang ringan hingga yang beratdapat berdampak ke dalam atau bagi remaja itu sendiri seperti prestasi akademis yang menurun, dikucilkan, menjadi pemurung dan menarik diri dari pergaulan. Gangguan mental dapat pula mengubah cara seseorang dalam menangani stress, mempengaruhi bagaimana seseorang mengambil keputusan serta memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri danberdampak keluar atau bagi lingkungan disekitarnya. Ada yang menjadi pembuly bagi temannya, bersikap kasar, senang membuat temannya menderita sehingga merugikan komunitas dimana penderita mental ini berada. Melaui Hari Kesehatan Mental Sedunia, Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO terus bekerja sama dengan mitranya untuk memastikan kesehatan mental dihargai, dipromosikan dan dilindungi. Selain itu agar setiap orang dapat menggunakan hak asasi mereka dan mengakses layanan kesehatan mental yang berkualitas yang mereka butuhkan.

Tulisan ini akan membahas secara spesifik tentang kesehatan mental remaja yang dalam kategori tumbuh kembang manusia dari mulai infant (bayi), balita, pra-sekolah, sekolah dasar, remaja awal, remaja akhir, dewasa awal, dewasa akhir (lansia), remaja adalah fase yang paling kritikal karena akan menentukan fase-fase dewasa berikutnya. Menurut Erickson, seorang psikolog dari Jerman ada 8 tahap perkembangan manusia seperti berikut di bawah ini:


content

Seseorang yang termasuk usia remaja adalah usia 11 – 18 tahun, seseorang dalam fase untuk menemukan dan menentukan jati diri mereka, bila dalam fase ini mengalami kegagalan akan terjadi kebingungan untuk mengenal diri sendiri dan terbawa pada fase pertumbuhan berikutnya. Mengenal identitas diri sendiri yang dimaksud adalah mengenal kekuatan dan kelemahan diri sendiri. Pemahaman tentang diri sendiri akan berpengaruh dalam pengambilan keputusan, misalnya tentang kelanjutan pendidikan. Remaja yang belum mampu mengidentifikasi atau mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya ada potensi keliru dalam memilih jurusan untuk studinya dan sebaliknya remaja yang terlatih untuk memahami kekuatan dan kelemahan dirinya akan dengan percaya diri mengambil keputusan, dalam memilih sehingga tidak ada penyesalan, dan akan lebih bersemangat serta bertanggungjawab dalam menjalani sesuatu yang sudah di pilihnya.

Untuk mencapai keberhasilan dalam setiapfase perkembangan manusia ini berhubungan erat dengan pola pengasuhan yang diterapkan orangtua, bila dalam keluarga orangtua menerapkan pola demokratis, keterbukaan maka remaja akan terbantu dalam menemukan jati dirinya sendiri. Selain aspek pola asuh dirumah aspek kedua adalah lingkungan sekolah yang berkontribusi tercapainya kesehatan mental para siswa, keberadaan lingkungan sekolah yang peduli terhadap kesehatan mental para siswa menjadi faktor penting untuk mendukung keberhasilan akademis siswa. Bisa dibayangkan bila ada seorang anak dengan kondisi mental yang tidak stabil misalnya sedang sedih karena dia menyaksikan orangtuanya yang bertengkar di rumah atau dia sedang murung karena di jauhi oleh teman-temannya bagaimana siswa inidalam waktu bersamaan harus menghadapi ulangan atau ujian di sekolah. Jangankan untuk mengerjakan soal-soal ulangan, untuk dapat konsentrasi belajar saja siswa ini dipastikan gagal fokus karena hati atau perasaan yang berkecamuk, sedih dan kecewa lebih dominan mengalahkan pikiran yang seharusnya perlu berpikir untuk pelajaran.

Data dari Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) yang dilakukan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPAI, 2018) menunjukan bahwa:


content

Angka-angka tersebut menjadi sebuah keprihatinan para orangtua, pendidik dan pemerhati anak & remaja untuk bersama-sama mencari solusi aktif mencegah dan mengatasi persoalan yang ada terkait dengan kesehatan mental remaja ini.

Ada istilah yang beredar dikalangan remaja seperti ini “kena mental lu”. Kata-kata itu sering terdengar pada anak-anak remaja zaman sekarang untuk membully maupun melemahkan lawan bicara. Hal ini menjadi salah satu bentuk verbal bullying yang juga kerap menyerang ke objek fisik lawan bicara, misalnya karena bentuk tubuh korban pendek, hitam, gemuk, bahkan ditemui juga mengarah kepada sara.

Pentingnya peranan 3 pilar antara orangtua, guru dan siswa untuk bekerja sama dalam mencegah dan mengatasi persoalan kesehatan mental para remaja ini.

Beberapa rekomendasi untuk mencegah dan mengatasi persoalan kesehatan mental remaja yang dapat dilakukan sebagai berikut :

  • Menyediakan program konseling oleh guru Bimbingan Konseling bagi siswa maupun orang tua.

  • Mentoring oleh guru sehingga dapat menggali lebih dalam tentang apa tantangan atau kesulitan yang dialami siswa.

  • Program Hari Motivasi, sekolah meluangkan waktu untuk memberikan dukungan dan motivasi kepada siswa pada waktu tertentu, misalnya setelah musim ujian, ketika para siswa kelelahan karena pelajaran tambahan, belajar sampai larut malam, atau paska remedial dengan membentuk kelompok sharing di dampingi guru.

  • Klub Hobi/Eskul, penting bagi pihak sekolah untuk menyeimbangkan kegiatan akademik dan non akademik, agar siswa dapat melepaskan stress, mengekspresikan perasaannya melalui kegiatan yang digemarinya. Seperti hobi basket, design, vokal dan lain sebagainya.

Sedangkan usaha dari keluarga remaja itu sendiri dapat dilakukan dengan memperbaharui pola interaksi antar anggota keluarga yaitu anak dan orangtua, misalnya dengan:

  • Orangtua membiasakan menunjukan cinta, kasih sayang dan perhatian dengan terbuka, dengan belaian, pertanyaan-pertanyaan yang menunjukan bahwa orangtua tertarik dengan apa yang terjadi dalam kehidupan anak.

  • Membiasakan memberi pujian pada setiap prestasi dan upaya anak dalam kehidupan akademis mereka atau kegiatan dirumah sesederhana apapun misalnya membantu membereskan rumah, dsb.

  • Mendorong anak untuk berbicara tentang perasaannya dengan orangtua sehingga mereka tidak harus melalui segala sesuatunya sendiri dan bahwa orangtua dapat bekerja sama untuk menemukan solusi bila mereka mengalami masalah.

  • Menangani segera masalah anak bukan membiarkannya menumpuk.

  • Mencari bantuan dari keluarga yang dapat dipercaya, guru, teman atau professional jika orangtua merasa perlu mendapatkan bantuan untuk mengatasi masalah yang ada.

Upaya menjaga kesehatan mental anak dan remaja menjadi tanggung jawab yang memerlukan upaya terus menerus. Sampai remaja ini menjadi dewasa dan mampu mengelola berbagai tantangan dalam kehidupannya, sehingga dapat berpikir dan memutuskan hal-hal baik dalam hidupnya, berprestasi, produktif dan bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Selamat Hari Kesehatan Jiwa Sedunia!



content
























logo

© 2021 Hak Cipta Sekolah Taruna Bangsa