01 Jul, 2024
Sejak pemutaran film pertama Inside Out tahun 2015 sudah cukup menarik perhatian masyarakat terutama penonton yang berkecimpung di dunia psikologi, kalangan orang tua sebagai praktisi parenting, para guru, anak-anak muda yang sering kepo tentang dunia pengelolaan perasaan. Setelah 9 tahun Inside Out merilis film terbarunya Inside Out 2, kali ini penonton diajak untuk mengikuti kehidupan Riley remaja yang akan masuk jenjang pendidikan SMA. Secara garis besar, Inside Out 2 ini menyajikan lika-liku kisah Riley, yang mengalami pubertas hingga perubahan gejolak perasaan yang dialaminya. Hal ini yang di coba di control oleh Joy CS di headquarters.Tulisan ini saya buat khusus menyoroti pesan moral atau moral of the story dari film ini karena cukup dapat membantu dan menjadi referensi untuk memahami dan dapat memberikan solusi terkait dengan persoalan-persoalan perilaku remaja yang dilatarbelakangi oleh berbagai perasaan yang baru terbentuk di usia remaja. Juga untuk kalangan remaja itu sendiri dapat melihat dari helicopter view terkait internalisasi berbagai perasaan yang mereka alami.
Film ini menceritakan pikiran mendalam tentang bagaiman emosi mempengaruhi pikiran dan sikap manusia sehari-hari. Beberapa karakter tokoh utama yang muncul mewakili emosi dasar manusia yang perlu kita bahas untuk mengeksplorasi dan membantu kita memahami kompleksitas emosi manusia.
Sejatinya ada 5 emosi dasar manusia yang kita semua miliki, rasakan dan kelola setiap hari, walau ngga melulu kelimanya dirasakan setiap hari. Mungkin ada yang hanya 3 atau 2 atau 4 atau mungkin juga kelimanya muncul bergantian dalam 24 jam atau 1 hari. Kelima perasaan tersebut adalah joy atau senang, sedih, jijik, takut dan marah, kelima perasaan ini yang di bahas dalam film pertama Inside Out, di Inside Out 2 ada 4 tambahan emosi baru yaitu cemas, iri, bosan dan malu. Menarik bukan ? Sebagai orang yang berlatar belakang pendidikan psikologi saya sangat excited membahas tema ini.Salah satu take away dari film ini saat kita keluar dari ruang bioskop adalah insight tentang bagaimana pentingnya mengatur emosi dan menjaga pikiran tetap positif agar hidup kita ngga selalu di penuhi perasaan cemas yang berlebihan atau zaman sekarang di sebutnya over thingking dan tidak menjadi pribadi yang reactive tapi sebaliknya responsive secara tepat artinya relevan, proporsional, empatif dan solutif yang mendukung kesehatan mental seseorang.
Digambarkan di film tersebut ada yang disebut Headquarters yang memegang kendali konsol pikiran Riley (tokoh utama) sesuai kebutuhan dari situasi yang dihadapi. Jika kita hubungkan dengan anatomi tubuh manusia khususnya otak, ada organ di bagian otak besar manusia yang disebut Amigdala yang bertugas mengatur emosi dan ingatan yang berhubungan dengan rasa takut, bahagia, malu dan lain-lain. Amigdala ini termasuk dalam sistem limbik atau sekumpulan organ yang berperan dalam pembentukan tingkah laku, emosi dan memori manusia.
Kembali pada ke 9 perasaan yang di gambarkan dalam film tersebut, take away penting yang kedua yang dapat kita pakai untuk menjalani kehidupan dengan sehat mental adalah pemahamanan bahwa masing-masing emosi yang kitamiliki dan kerap kali muncul secara otomatis ketika menghadapi peristiwa-peristiwa yang hadir dalam kehidupan kita sebenarnya perasaan-perasaan tesebut memiliki peran dan fungsi yang spesifik. Misalnya perasaan saat kita bahagia, bagaimana kita perlu menjaga agar rasa bahagia kita itu dapat stabil tidak mudah berubah karena faktor eksternal yang memapar kehidupan kita. Kemudian ada perasaan sedih yang sering kali manusia pada umumnya menganggap kesedihan itu mengganggu produktivitas kita, juga rasa marah sebenarnya rasa marah dapat menjadi senjata pelindung kita dari situasi ketidakadilan. Contoh seorang remaja di buly oleh temannya di sekolah atau di lingkungan dia tinggal, remaja tersebut dapat mengekspresikan marah dengan baik-baik, menyampaikan bahwa saya tidak suka, saya tidak dapat menerima perlakuanmu yang mencorat-coret seragam saya misalnya. Dengan marah yang terkontrol itu dia terhindar dari pengulangan sikap tidak baik dari temannya tersebut. Demikian pula rasa takut dari bahaya dan jijik dapat melindungi kita dari hal-hal yang menjijikan dan berbahaya. Misalnya ada anak takut pada ular maka dia akan berhati-hati bila berhadapan dengan ular, atau ada anak takut kakinya tertusuk sesuatu di jalan maka ia akan disiplin memakai sepatu atau sandal bukan bertelanjang kaki di jalanan. Dan masih banyak contoh yang lain, misalnya anak takut menyebrang maka ia akan menggandeng tangan orang dewasa, tangan orang tua atau pendampingnya saat menyebrang bukan malah sembarangan menyebrang tanpa tengok kiri kanan padahal jalan tersebut ramai kendaraan lalu lalang. Juga ada anak takut mendapat nilai buruk di sekolah maka ia akan menyediakan waktu untuk belajar sebaik-baiknya. Selama rasa takut dan jijik masih dalam tingkat wajar yang tidak berlebihan atau tidak paranoid maka dapat menjadi sumber daya untuk mendorong tindakan positif., preventif dan produktif.
Yang perlu kita sadari adalah berbagai perasaan dapat seketika berubah karena terjadinya perubahan perspektif dan konteks. Misalnya kita sedang bahagia tiba-tiba berubah menjadi sedih karena ada memori penting yang tersimpan dan muncul serta ada perasaan ssedih yang menyertai memori tersebut ketika terjadi dulu. Pesannya adalah kita perlu mengakui dan memproses setiap emosi yang muncul sehingga emosi atau perasaan tersebut dapat membantu kita untuk pulih dan tumbuh secara emosional sehingga membentuk kita memiliki kecerdasan emosi atau istilah akademisnya Emotional Intelegence. Yuk kita terus eksplore kemampuan mengelola perasaan sehingga kita dapat menjalani kehidupan dengan berkesadaran dan bahagia.