20 May, 2024
Tantrum umumnya disebabkan oleh terbatasnya kemampuan bahasa anak untuk mengekspresikan perasaannya. Sehingga mereka hanya bisa meluapkan emosinya dengan cara meronta, berteriak, menangis, menjerit, serta menghentakkan kedua kaki dan tangannya ke lantai. Pada kasus tertentu, tantrum pada anak mungkin bisa disebabkan oleh gangguan perilaku atau masalah psikologis, seperti autisme dan depresi psikologis
Selain itu, tantrum juga bisa menjadi ajang anak melakukan observasi dan mengenali cara mendapatkan keinginanannya. Misalnya, saat anak mengamuk untuk mendapatkan sesuatu dan Bunda menuruti keinginannya, ia akan mengulangi cara tersebut di kemudian hari. Jika terus dibiarkan, hal tersebut bisa menjadi kebiasaan buruk bagi Si Kecil.
Emosi ditampilkan dalam bentuk perilaku yang mengekspresikan kenyamanan atau ketidaknyamanan seseorang terhadap keadaan atau interaksi yang sedang dialami. Emosi adalah peraasaan yang dirasakan seperti rasa senang, marah, sedih, takut, marah, jijik, jengkel dan lainnya.
Keterampilan mengelola emosi pada anak usia dini adalah kemampuan untuk dapat mengenali, memahami, mengekspresikan, dan mengendalikan berbagai emosi yang dirasakannya dengan baik dan benar. Anak yang memahami emosinya akan lebih mampu untuk mengendalikan cara mengekspresikannya serta memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain. Karena dengan kemampuan ini anak dapat lebih mudah beradaptasi. Kebalikannya anak yang tidak memiliki kemampuan dalam mengenali dan mengelola emosinya sering diprediksi memiliki masalah perilaku dan kesulitan belajar. Hal ini akan berdampak besar terhadap kehidupan sosialnya di kemudian hari.
Emosi dan cara mengeskpresikannya dipelajari anak melalui lingkungan sekitarnya. Anak mengamati bagaimana orang dewasa di sekitarnya menyikapi emosi dan mengekspresikannya
Tantrum adalah ekspresi emosional anak yang termanifestasi dalam berbagai cara, seperti menangis keras, berguling-guling di lantai, atau melempar barang. Umumnya, tantrum pada anak terjadi pada anak usia 1–4 tahun karena mereka belum mampu mengungkapkan keinginan atau perasaan mereka dengan kata-kata.
Kondisi ini tergolong wajar, sehingga orang tua tidak perlu panik atau khawatir saat menghadapinya. Tantrum pada anak dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa jenis yang berbeda. Penting bagi orang tua untuk mengenali jenis tantrum yang terjadi pada anak agar dapat menghadapinya dengan tepat. Penyebab tantrum pada anak antara lain :
Keterbatasan Bahasa dan Ekspresi Emosi
Anak usia dini belum sepenuhnya menguasai bahasa untuk mengungkapkan perasaan dan keinginan mereka. Ini bisa membuat frustrasi dan menjadi pemicu tantrum ketika mereka tidak dapat mengkomunikasikan apa yang mereka inginkan atau rasakan.
Perubahan Rutinitas
Anak-anak sangat mengandalkan rutinitas dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan tiba-tiba dalam rutinitas seperti perpindahan tempat tinggal, pergantian pengasuh, atau situasi lain yang tidak biasa dapat menyebabkan stres dan reaksi tantrum.
Kontrol Diri yang Berkembang
Anak-anak sedang dalam proses belajar mengendalikan emosi mereka. Ketika mereka merasa tidak memiliki kendali atas situasi atau tidak bisa mendapatkan apa yang mereka inginkan, tantrum dapat muncul sebagai reaksi alami.
Kelelahan dan Kelaparan
Anak-anak yang lelah atau lapar lebih rentan terhadap tantrum karena mereka cenderung lebih mudah merasa frustasi dan sulit mengatasi emosi.
Tantrum Manipulatif
Tantrum manipulatif muncul saat keinginan anak tidak terpenuhi dengan baik. Anak akan tantrum dengan cara dibuat-buat untuk mendorong orang lain, khususnya orang tua, memenuhi keinginannya. Tidak semua anak tantrum ketika dihadapkan pada kondisi tersebut, tapi tantrum jenis ini seringkali terjadi karena anak mengalami penolakan atas apa yang diinginkannya.
Tantrum Frustasi
Jenis tantrum pada anak yang selanjutnya adalah tantrum frustasi. Jenis tantrum ini terjadi karena anak belum bisa mengekspresikan apa yang dirasakan dirinya dengan baik. Pemicu tantrum frustasi antara lain kelelahan, kelaparan, kegagalan dalam melakukan sesuatu, serta stres akibat tekanan lingkungan sekitar.
Tantrum Putus Asa
Tantrum putus asa ditandai dengan anak yang cenderung diam, seperti kehilangan gairah dalam melakukan sesuatu, merasa tidak berdaya, dan putus asa. Hal ini biasanya terjadi karena ledakan emosi yang cukup tinggi akibat rasa ketakutan atau ketidaknyamanan yang cukup besar, namun anak tidak berani menyuarakannya.
Tantrum pada anak terkadang merepotkan dan membuat orang tua jengkel, tapi di sini letak peran orang tua dalam membantu tumbuh kembang anak, khususnya dalam pembangunan karakternya. Hindari kekerasan pada anak tantrum, sebaliknya lakukan sejumlah cara komunikatif antara lain:
Berikan Pelukan pada Anak
Cara mengatasi tantrum pada anak yang pertama adalah dengan memberikan pelukan. Memberikan pelukan pada anak berguna untuk meredakan emosinya.
Temani Anak
Cara menghadapi anak tantrum selanjutnya adalah tetap menenami anak ketika kondisi tersebut sedang berlangsung. Menemani anak saat mereka tantrum berguna agar mereka tidak merasa diabaikan.
Alihkan Perhatian Anak
Mengalihkan perhatian anak bisa menjadi salah satu cara mengatasi anak tantrum. Mengalihkan perhatian anak bisa dengan mengajak jalan-jalan atau memberikan makanan favoritnya.
Hindari Hukuman Fisik
Memberikan hukuman fisik seperti memukul anak pada saat tantrum bukanlah hal yang baik. Jenis pola asuh seperti ini justru akan memberikan contoh buruk pada anak.
Cari Tahu Penyebabnya
Jika tantrum pada anak sudah mereda, ajak anak berkomunikasi untuk tahu penyebabnya. Pada beberapa kasus, tantrum pada anak dapat disebabkan oleh separation anxiety disorder atau perasaan sedih berlebih ketika berpisah dengan orang tua.
Anak belajar mengelola emosi sejak dini penting untuk dilakukan. Dalam masa pertumbuhkembangannya, anak-anak akan mengalami berbagai situasi dan pengalaman baru. Pengalaman ini akan berpengaruh terhadap emosi yang mereka miliki. Anak tidak akan tahu bagaimana merespon sebuah hal dengan benar jika tidak diajarkan.
Respon emosi anak terhadap sesuatu sampai tantrum, kesedihan atau kemarahan yang berlebihan, stres atau bahkan terjadi tindak kekerasan merupakan hal yang pastinya orang tua tidak inginkan. Kondisi tersebut mungkin saja akan sering anak lakukan jika dirinya tidak diajarkan mengelola emosi. Emosi sendiri artinya yaitu perasaan yang kita miliki ketika berada dalam situasi tertentu atau ketika berhubungan dengan seseorang yang dianggap penting. Secara garis besar emosi dipengaruhi oleh dua hal, yaitu :
Faktor dari dalam diri (kondisi fisik, temperamen, sistem saraf, dan struktur otak).
Faktor dari luar diri (misalnya pola asuh, kebudayaan, atur an dari keluarga tentang kapan, dimana dan bagaimana emosi harus diungkapkan).
Kedua faktor ini saling memengaruhi. Misalnya ketika orang tua menenangkan anak yang menangis, sebetulnya orang tua sedang membantu anak menurunkan kadar hormon stres mereka.
Emosi dibagi ke dalam enam jenis emosi dasar, yang terdiri atas sebagai berikut ini :
Bahagia, emosi yang kita rasakan ketika senang, puas dan sejahtera.
Sedih, emosi saat kita merasa tidak senang karena kehilangan sesuatu yang sangat berarti.
Marah, emosi yang muncul karena adanya perasaan frustasi, merasa disakiti, atau merasa diperlakukan tidak adil.
Takut, emosi saat kita merasa terancam.
Jijik, emosi yang muncul saat kita merasa sangat enggan atau tidak suka terhadap sesuatu atau seseorang. Misalnya enggan melihat sesuatu atau mencium bau sesuatu.
Terkejut, emosi ketika kita melihat sesuatu di luar perkiraan atau sesuatu yang sangat baru dalam kehidupan kita.
Jangan meremehkan perkembangan emosi anak kecil hanya mereka masih kecil. Ekspresi emosi anak yang diremehkan bahkan dianggap tidak penting dapat menyebabkan efek psikologis yang berbahaya pada perkembangan anak. Jika hal ini terjadi dan tidak diatasi, maka dapat membekas dan berakibat ke tindakan lainnya pada masa mendatang.
Perilaku tidak baik yang dilakukan anak semasa pertambahan usianya tidak hanya timbul secara mendadak, melainkan sebagian perilaku tersebut masih berkaitan dengan masa lalunya dan efek psikologis yang dialaminya saat kecil. Dan seringkali orang tua tidak ingin memahami permasalahan tersebut sehingga semua dikembalikan kepada anaknya.
Ketidakpedulian tersebut dan tidaknya mengajak anak belajar mengelola emosi yang dapat menyebabkan berbagai permasalahan bagi perkembangan perilaku anak dalam berbagai bentuk. Misalnya seperti suka berkelahi, melakukan perundungan, mudah terpancing emosi, kemarahan yang sulit dikendalikan, dan lainnya.
Agar hal-hal tersebut tidak terjadi pada anak, maka penting untuk mengajarkan anak mengelola emosinya. Anak yang diajarkan mengelola emosi akan membuat perkembangan psikologisnya lebih stabil dan dapat terkontrol. Berikut ini beberapa cara yang dapat orang tua lakukan untuk mengajarkan anak mengelola emosinya, antara lain :
Ajarkan Anak Cara Menenangkan Diri
Jika kemarahan anak masih dalam batas wajar, maka jangan menegurnya. Biarkan anak untuk istirahat dan memberi waktu untuk meredakan amarahnya. Jika sudah merasa lebih tenang, bawa anak menjauh dari hal yang membuatnya marah dan berikan ucapan yang dapat membuatnya lebih tenang.
Namun jika anak malah bereaksi lebih agresif, maka Anda harus menghentikannya segera. Buat anak duduk selama 1-2 menit untuk mendinginkan pikirannya. Ajak mereka untuk mengatur napas, lalu bicarakan dengan baik-baik solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang membuat anak marah.
Ajarkan Anak untuk Mengungkapkan Perasaan
Anak yang tidak diajarkan mengungkapkan perasaan akan cenderung sering berteriak, memukul, menendang, dan menjerit ketika marah. Mereka melakukannya karena tidak tahu bagaimana mengekspresikan kemarahan secara verbal. Ajarkan anak belajar mengelola emosi dengan mengungkapkan perasaan.
Beritahu kata-kata emosi yang berbeda yang sesuai dengan suasana hatinya dan cukup baik untuk memberitahu bahwa mereka sedang merasakan emosi tersebut. Contohnya seperti kata-kata untuk perasaan bahagia, takut, marah, kesal, gugup, dan sebagainya.
Berikan Pujian pada Anak
Memberikan pujian pada anak menjadi salah satu cara yang dapat mengajarkan anak mengelola emosinya. Misalnya ketika anak marah, kecewa atau sejenisnya, jika ada suatu hal yang dapat dipuji darinya dan dapat membuatnya lebih tenang, maka berikanlah pujian.
Hal ini karena mungkin saja alasan emosi mereka sebenarnya hanya ingin mendapat pujian atau apresiasi dari orang tua, tetapi mereka tidak mendapatkannya. Namun, pujian yang diberikan tetap harus dalam takaran yang wajar karena pujian yang berlebihan pun dapat berdampak buruk bagi anak.
Berikan Contoh yang Baik
Perilaku orang tua adalah hal yang paling mudah dicontoh oleh anak. Oleh karena itu, jika ingin anak dapat mengelola emosinya, maka orang tua pun harus memperlihatkan bahwa dirinya dapat mengelola emosi dengan baik.
Jangan berteriak penuh amarah, ungkapkan perasaan dengan bijak, tidak mudah marah, dan hal-hal lain yang diajarkan pada anak harus orang tua lakukan juga. Anak diajarkan mengelola emosi tetapi Anda sendiri tidak dapat mencontohkannya, maka akan sulit untuk anak menerapkannya juga.
Dalam mengatasi tantrum pada anak, konsistensi dan kesabaran sangatlah penting. Setiap anak adalah individu yang unik, jadi orangtua perlu menemukan pendekatan yang paling sesuai dengan anak mereka. Dengan memberikan dukungan, cinta, dan batasan yang jelas, orangtua dapat membantu anak mengatasi tantrum dan tumbuh dengan cara yang lebih baik dalam mengelola emosi mereka. Kini Anda sudah tahu pentingnya mengatasi tantrum pada anak serta anak belajar mengelola emosi dan cara mengajarnya. Saatnya untuk mempraktekkannya untuk memberikan proses perkembangan yang terbaik bagi anak.